Tema: “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”
1. Makna Tema
Tema ini terdiri dari dua bagian besar:
-
“Mengawal Indonesia Merdeka” → mengandung pesan bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hanya hasil sejarah yang selesai, tetapi sebuah amanah yang terus harus dijaga oleh generasi sekarang. detikcom+1
-
“Menuju Peradaban Dunia” → menunjukkan visi yang melampaui konteks nasional, yaitu bagaimana peran kaum santri (dan pesantren) dalam ranah global: intelektual, sosial-kemanusiaan, budaya, bahkan teknologi. Kemenag+1
Tema ini relevan karena:
-
Sejarah kaum santri sudah terkait dengan perjuangan kemerdekaan, seperti seruan Resolusi Jihad 1945. detikcom+1
-
Di era globalisasi dan digitalisasi, tantangan bagi pesantren dan santri bukan sekadar mempertahankan tradisi, tetapi juga adaptasi dan inovasi agar relevan dalam skala dunia.
-
Ada kebutuhan agar nilai-moral, keagamaan, dan kebangsaan yang sering dianut dalam pesantren menjadi fondasi untuk kontribusi yang lebih luas.
2. Kekuatan Tema
Beberapa aspek kuat dari tema ini:
-
Menggabungkan dimensi historis (kemerdekaan) dengan dimensi futuristik (peradaban dunia) — membangun continuity antara masa lalu dan masa depan santri.
-
Memberi kerangka yang cukup luas untuk aksi: bukan hanya “berdoa dan zikir”, tetapi “mengawal” secara aktif, termasuk dalam pendidikan, sosial, lingkungan, perdamaian, teknologi, dan sebagainya. Contohnya rangkaian acara seperti expo kemandirian pesantren, gerakan “Satu Santri Satu Pohon”. detikcom+1
-
Memposisikan santri bukan sebagai “penerima” warisan, melainkan sebagai “aktor”-aktif di arena nasional dan internasional.
3. Tantangan dan Catatan Kritis
Namun, tema ini juga menghadirkan sejumlah tantangan yang penting untuk dikritisi:
-
Apakah kapasitas dan sumber daya pesantren dan santri sudah siap untuk “menuju peradaban dunia”? Banyak pesantren menghadapi kendala sarana, kurikulum, dana, akses teknologi, dan integrasi antara tradisi keislaman dengan modernitas.
-
Makna “mengawal” bisa terasa abstrak — tanpa program konkret dan mekanisme implementasi, tema ini bisa menjadi slogan semata. Perlu upaya konkret seperti peningkatan kualitas pengajaran, penelitian, karya sosial-internasional, jembatan antar-budaya.
-
Risiko dualisme antara nasionalisme dan globalisme. Tema mengharuskan santri menjaga kemerdekaan Indonesia (yang bersifat sangat nasional) sekaligus berkontribusi pada peradaban dunia (yang bersifat global). Tantangannya bagaimana menyeimbangkan keduanya: tidak kehilangan identitas lokal, nilai pesantren dan kebangsaan, tetapi juga mampu membuka horizon global.
-
Monitoring dan evaluasi. Kegiatan bagus telah direncanakan (agenda “Astahasa” delapan agenda besar) detikcom+1, namun bagaimana hasilnya secara sistematik? Apakah ada indikator yang jelas bahwa santri dan pesantren benar-benar “mengawal” kemerdekaan dan “menuju peradaban dunia”?
-
Konteks sosial-politik. Tema besar ini perlu didukung oleh kondisi konkret: toleransi antar-umat, keberagaman, inklusivitas, dan menjawab tantangan seperti radikalisme, kemiskinan pesantren, ketertinggalan digital. Tanpa hal ini, visi besar bisa stagnan.
4. Implikasi Praktis untuk Pesantren dan Santri
Berdasarkan tema dan tantangan, beberapa implikasi praktis bisa dirumuskan:
-
Pesantren perlu memperkuat kurikulum yang berorientasi global: bahasa asing, teknologi informasi, kajian lintas-agama/budaya, kewirausahaan sosial, lingkungan hidup.
-
Menumbuhkan kewaspadaan moral dan kebangsaan: penguatan akhlak, pemahaman Pancasila, wawasan kebangsaan agar santri menjadi agen perdamaian dan inklusivitas.
-
Memfasilitasi jejaring internasional: santri dan pesantren bisa menjalin kerja sama dengan lembaga luar negeri, pertukaran pelajar, konferensi keagamaan global, literasi digital internasional.
-
Membangun program konkret yang “mengawal” kemerdekaan dalam arti luas: advokasi hak pendidikan di pesantren, pemberdayaan ekonomi santri, pembangunan infrastruktur pesantren, serta keterlibatan aktor santri dalam masalah nasional seperti lingkungan, pandemi, ketimpangan sosial.
-
Menciptakan indikator keberhasilan: misalnya jumlah santri yang terlibat proyek internasional, penelitian atau publikasi oleh santri, pesantren yang berjejaring global, dan dampak nyata sosial-komunitas.
5. Pertanyaan Terbuka untuk Peringatan Tahun Ini
Untuk menjadikan tema ini bukan hanya seremonial, beberapa pertanyaan reflektif bisa diajukan:
-
Sejauh mana pesantren di daerah (termasuk di Surabaya/ Jawa Timur) telah menyusun strategi konkret untuk “menuju peradaban dunia”?
-
Apakah distribusi sumber daya antar-pesantren sudah merata agar tema “mengawal kemerdekaan” tak hanya menjadi jargon untuk pesantren besar saja?
-
Bagaimana mekanisme agar santri tidak hanya dipandang sebagai bagian dari sejarah, tetapi sebagai pelaku aktif perubahan sosial-budaya sekaligus internasional?
-
Bagaimana peran masyarakat, pemerintah daerah, dan sektor swasta dalam mendukung visi besar ini—apakah cukup anggaran, kolaborasi, platform digital?
-
Bagaimana memastikan bahwa globalisasi kontribusi santri tetap menjaga akar-kebudayaan, identitas pesantren, dan nilai keislaman yang rahmatan lil ‘ alamin (rahmat bagi seluruh alam)?
6. Kesimpulan
Tema “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia” adalah sebuah visi ambisius dan relevan untuk peringatan Hari Santri 2025. Tema ini layak diterima karena mengajak santri untuk tidak hanya merayakan masa lalu, tetapi juga aktif dalam membangun masa depan yang lebih luas. Namun, tema ini juga menuntut aksi nyata dan kesiapan struktural—baik di pesantren, masyarakat, dan negara—agar visi besar itu tidak hanya menjadi simbol.
Dengan mempertimbangkan kekuatan dan tantangan di atas, peringatan Hari Santri tahun ini seharusnya dijadikan momentum untuk refleksi mendalam dan aksi strategis—bukan hanya parade acara, tetapi transformasi yang nyata.
